Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Widget HTML #1

Advertisement

Hukum Asuransi dalam Islam - Insurance and Islamic Law

Insurance and Islamic Law -- Membahas tentang Asuransi, tentunya tidak semua orang memiliki penghasilan atau pendapatan yang sama. Bagi orang muslim, Asuransi seringkali dikaitkan dengan hal Ribawi yang tentunya sangat bertentangan dengan prinsip syariah.

Oleh karena itu mengakibatkan beberapa pendapat tentang Hukum Asuransi dalam Agama Islam. Walau kini sudah banyak sekali Asuransi Syariah yang ada dan dijalankan dengan Prinsip Islam dan juga diawasi oleh Dewan Syariah.

Meskipun sudah diawasi Dewan Syariah, namun masih banyak sekali yang ragu akan Hukum Asuransi dalam Islam. Lalu bagaimana hukum asuransi dalam Islam ? Apakah boleh ataupun tidak boleh?

Secara umum, Asuransi bertujuan untuk memberi proteksi atau perlindungan terhadap resiko kerugian finansial pada hari yang akan datang. Perlindungan itu ditukar dengan menggunakan pembayaran premi yang dibayar oleh Nasabah pada saat atau periode tertentu.

Lalu pembayaran atau dana premi tersebut akan dikelola oleh Perusahaan Asuransi, sehingga dengan dikelolanya dana tersebut maka keuntungan dari pengelolaan untuk menutup kerugian dan resiko dimasa depan yang mungkin akan muncul.

Asuransi Dalam Islam Halal atau Haram ?


Jika dilihat dari pandangan atau perspektif Hukum Islam, Asuransi bukanlah sebuah jual-beli yang dihalalkan. Perlindungan yang diberikan oleh Perusahaan Asuransi tidak berwujud, sehingga hal inilah yang kerap dianggap sebagai riba yang tentunya diharamkan.

Namun ada juga beberapa ulama yang memiliki pendapat jika Asuransi memiliki sifat tolong menolong sesama dan manfaat untuk melindungi diri. Oleh sebab itu, beberapa ulama menyatakan jika Asuransi Syariah yang berpatokan pada prinsip Islam, hukumnya Halal.

Bagi kalian yang penasaran tentang Hukum Asuransi menurut Agama Islam dan Hukum Bekerja di Perusahaan Asuransi, silahkan simak artikel dari Sakmadyone.com ini. Sebab Sakmadyone akan membahas tentang Hukum Asuransi dalam Islam sesuai dengan Al Quran dan Fatwa MUI.

Asuransi dan Tujuan Syariah

Di dalam menjalani Kehidupan, landasan umat islam adalah Al Quran dan As Sunnah. Lalu apakah Asuransi ada di dalam Al Quran? Secara Eksplisit, Asuransi tidak ada dalam Al Quran. Jika pada Asuransi Umum memang bertentangan dengan prinsip Islam, karena berkaitan dengan Ribawi.

Lalu bagaimana dengan Asuransi Syariah? Asuransi Syariah dianggap sebagai sebuah jembatan bagi orang Islam untuk mendapatkan perlindungan atau proteksi yang tidak bertentangan dengan Prinsip Syariah.

Dengan menganut konsep Syariah, Asuransi Syariah dijadikan solusi dan pilihan agar tidak masuk dalam produk Ribawi. Hadirnya Asuransi Syariah memang diharapkan mampu untuk mewujudkan manfaat umat dan juga mensejahterakan perekonomian umat islam dengan tidak melanggar prinsip syariah.

Namun didalam mewujudkan niat itu, maka harus ada pedoman utama didalam produk asuransi syariah, yakni dengan memperhatikan Maqashidus Syariah atau Tujuan Syariah.

Namun hadirnya asuransi syariah dianggap sebagai jembatan bagi umat Islam untuk memperoleh proteksi atau perlindungan namun tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Asuransi syariah menganut konsep syariah yang menjadi sebuah solusi dan pilihan lain agar tidak terjerumus dalam produk ribawi.  Kehadiran asuransi syariah diharapkan mampu mewujudkan kemaslahatan umat serta mensejahterakan perekonomian umat dengan tidak melanggar prinsip syariah. Nah, dalam mewujudkan niat tersebut maka harus terdapat pedoman utama dalam produk asuransi syariah, yaitu harus memperhatikan tujuan syariat atau disebut maqashidus syariah.

Maqashidus Syariah adalah sebuah tujuan diterapkannya syariah islam di dalam bidang ekonomi yang memiliki visi dalam membentuk sebuah tatanan sosial untuk memberikan kemakmuran dan keadilan ekonomi umat. Pendekatan yang diberikan oleh maqashidus syariah bisa memberikan gambaran yang rasional, pola pikir dan substansial pada setiap aktivitas produk asuransi syariah.

Konsep Dasar Asuransi Syariah

Sampai saat ini Hukum asuransi dalam agama Islam masih menjadi perdebatan, akan tetapi sebagian ulama memperbolehkan asal sesuai dengan prinsip atau syariat Islam. Dengan hadirnya produk asuransi syariah yang sesuai dengan prinsip syariah, menjadi pintu gerbang umat Islam didalam memperoleh proteksi. Tentu konsep asuransi syariah pun sangat berbeda dengan asuransi pada umumnya atau konvensional. Berikut ini konsep dasar asuransi syariah yang harus kalian ketahui.

Berlandaskan Al Quran

Beda dari asuransi pada umumnya yang berlandaskan pada aturan yang dibuat oleh manusia, asuransi syariah tentunya menggunakan dasar hukum yang terdapat pada Al Quran dan Al Hadist yang kemudian dijabarkan oleh Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN), Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan juga Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Akad Tabarru’

Dalam perjanjiannya, Asuransi syariah menggunakan akad tabarru, bukan akad jual beli. Akad tabarru’ adalah akad yang dilakukan dengan tujuan tolong menolong dan kebajikan, bukan untuk tujuan komersil. Akad itu tentunya sesuai dengan prinsip syariah karena tidak mengandung maisir, gharar, riba, risywah, zhulm, barang haram, dan maksiat.

Pengelolaan Resiko

Pengelolaan resiko pada asuransi syariah dilakukan dengan cara berbagi antara sesama nasabah. Jadi pada setiap resiko yang ada tentunya akan ditanggung secara bersama-sama dengan nasabah yang lain.

Dilengkapi Dewan Pengawas Syariah

Asuransi Syariah juga wajib dilengkapi dengan DPS atau Dewan Pengawas Syariah yang bertugas untuk memantau jalannya perusahaan, agar tetap berjalan sesuai dengan prinsip-prinsip syariah.

Pengelolaan Kontribusi / Premi

Pendapatan kontribusi atau premi dari nasabah, sebagian akan masuk ke dalam rekening dana tabarru’, lalu biaya atau ujrah bagi perusahaan merupakan sebagian kecil dari kontribusi itu.

Pembayaran Klaim dari dana Tabarru’

Pembayaran klaim asuransi syariah tidak dari dana perusahaan tersebut, akan tetapi dari rekening dana tabarru’ sehingga tidak berpengaruh terhadap keuangan perusahaan itu.

Penempatan Investasi

Pada asuransi syariah, Investasi ditempatkan pada media investasi yang sesuai dengan prinsip syariah saja, tidak diperbolehkan mengandung unsur ribawi.

Asuransi Dalam Literatur Literatur Islam

Dalam Fikih, ada beberapa akad yang memiliki kemiripan dengan prinsip asuransi syariah, seperti:

Nidzam Aqilah

Nidzam Aqilah yakni saling bertanggung jawab atau saling memikul untuk keluarga. Jika ada satu orang dalam keluarga tersebut yang terbunuh oleh suku lain, maka keluarga terdekat akan mengumpulkan uang/dana untuk membantu keluarga yang tidak sengaja terbunuh itu.

Al-Qasamah

Al-Qasamah adalah konsep perjanjian yang berhubungan dengan manusia. Ada usaha pengumpulan iuran atau dana dari para peserta atau majelis yang bertujuan memberikan bantuan kepada ahli waris.

Al-Muwalah

Al-Muwalah adalah perjanjian jaminan, yakni seseorang akan menjamin orang lain yang tidak diketahui siapa ahli warisnya atau tidak memiliki waris.

At-Tanahud

Jika diibaratkan, At-Tanahud itu sebagai makanan yang dikumpulkan dari semua peserta safar, makanan itu dikumpulkan lalu dibagikan kepada peserta walaupun dengan porsi yang berbeda-beda.

Akad dalam Asuransi Syariah

Akad yang terdapat pada asuransi syariah itu berbeda dengan akad pada asuransi umum atau konvensional. Pada asuransi umum, akad yang dipakai adalah akad jual beli. Namun asuransi merupakan suatu barang yang tidak berwujud, sehingga tidak dapat jual-belikan menurut Islam. Oleh sebab itu, asuransi syariah menganut tiga akad yang berbeda dari asuransi umum, yaitu:

Akad Tijarah

Akad Tijarah adalah kesepakatan antara kedua belah pihak yang menjadi aturan dasar dalam asuransi syariah yang dibeli oleh nasabah.

Akad Tabbaru’

Akad Tabarru’ adalah akad dengan tujuan tolong menolong dan kebajikan, tidak untuk komersial. Dana tabarru’ adalah dana yang disetorkan oleh para peserta asuransi syariah yang akan digunakan untuk membentuk peserta lain apabila terjadi kerugian atau resiko.

Akad Wakalah bil ujrah

Akad Wakalah bil ujrah adalah akad yang memberikan kuasa dari para peserta kepada perusahaan asuransi untuk mengelola semua dana peserta dengan imbalan berupa upah atau ujrah.

Fatwa MUI / Majelis Ulama Indonesia tentang Pedoman Asuransi Syariah

Hukum asuransi dalam agama Islam akhirnya terjawab sudah dengan adanya Fatwa MUI tentang Pedoman Asuransi Syariah. Menurut fatwa MUI, Islam tidak melarang seseorang untuk memiliki asuransi, asal dana yang dikumpulkan atau terkumpul dikelola sesuai dengan prinsip atau syariat Islam.

Hal itu tertuang dalam Fatwa MUI Nomor: 21/DSN-MUI/X/2001 yang berbunyi:
“Dalam menyongsong masa depan dan upaya mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko dalam kehidupan ekonomi yang akan dihadapi, perlu dipersiapkan sejumlah dana tertentu sejak dini.”
Artinya, asuransi syariah dibutuhkan untuk memberikan perlindungan terhadap harta dan nyawa secara finansial yang segala resikonya sangat mungkin terjadi dan tidak dapat diprediksi.

Dibawah ini ringkasan yang tertuang dalam Fatwa MUI tentang asuransi yang harus kalian ketahui:

Bentuk Perlindungan

Didalam menjalani kehidupan ini, tidak dapat dipungkiri jika setiap orang membutuhkan adanya perlindungan atas resiko buruk yang mungkin akan terjadi. Asuransi syariah hadir dalam bentuk proteksi atau perlindungan terhadap harta dan jiwa seseorang.

Unsur Tolong Menolong

Fatwa MUI Nomor: 21/DSN-MUI/X/2001 juga menyebutkan jika di dalam asuransi syariah terdapat unsur tolong-menolong antara sejumlah pihak dalam bentuk dana tabarru’ yang sesuai dengan syariah Islam.

Unsur Kebaikan

Setiap produk asuransi syariah mengandung unsur kebaikan atau tabarru’. Nantinya jumlah premi yang terkumpul akan digunakan untuk kebaikan dan membantu peserta lain yang terkena risiko.

Berbagi Resiko dan Keuntungan

Resiko dan keuntungan pada asuransi syariah dibagi rata kepada seluruh peserta yang terlibat dalam investasi. Hal itu dirasa cukup adil untuk seluruh pihak, karena menurut MUI asuransi tidak boleh dilakukan untuk mencari keuntungan.

Bagian dari Bermuamalah

Manusia tidak bisa lepas dari muamalah. Menurut MUI, asuransi juga termasuk dalam bagian bermuamalah, karena melibatkan banyak orang atau orang lain dalam hal finansial. Aturan dari muamalah ini harus disesuaikan dengan syariat Islam.

Musyawarah Asuransi

MUI menegaskan, jika  salah  satu  pihak  tidak  menjalankankewajiban  atau  jika terjadi  perselisihan  dalam proses asuransi,  maka  akan diselesaikan lewat Badan Arbitrase Syariah, jika diantara keduanya tidak ditemukan musyawarah mufakat.

Hukum Asuransi dalam Islam Sesuai Al Quran

Walaupun tidak tertulis secara eksplisit didalam Al Quran, akan tetapi terdapat tiga dasar hukum asuransi dalam Islam yang terdapat pada Quran dan Hadis beserta dalilnya, yaitu:

  • Surat Al Maidah ayat 2 yang bunyinya “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran.”
  • Surat An Nisaa ayat 9 yang berbunyi “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah yang mereka khawatir terhadap mereka.”
  • HR Muslim dari Abu Hurairah berkata “Barang siapa melepaskan dari seorang muslim suatu kesulitan di dunia, Allah akan melepaskan kesulitan darinya pada hari kiamat.”
Dari ketiga dasar hukum diatas, dapat disimpulkan jika hukum asuransi dalam Islam adalah diperbolehkan, asalkan bertujuan untuk tolong menolong dan juga tidak mengandung unsur ribawi yang dilarang.

Landasan Hukum Asuransi Syariah di Indonesia

Asuransi yang diperbolehkan dalam Islam yaitu asuransi yang tidak mengandung unsur riba, judi, gharar, dan lain lain. Asuransi yang diniatkan sebagai ajang tolong menolong antar umat diperbolehkan dalam Islam. Landasan hukum asuransi syariah di Indonesia antara lain:

Dasar hukum dalam Al Quran dan Hadist:

  1. Al Maidah ayat 2
  2. An Nisaa ayat 9
  3. HR Muslim dari Abu Hurairah.

Dasar hukum menurut Fatwa MUI:

  1. Fatwa No 21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah.
  2. Fatwa No 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah
  3. Fatwa No 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Wakalah Bil Ujrah pada Asuransi Syariah dan Reasuransi Syariah
  4. Fatwa No 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi Syariah.

Dasar hukum menurut Peraturan Menteri Keuangan:

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah.

Kriteria Asuransi yang Diperbolehkan atau halal dalam Islam Sesuai Fatwa MUI dan Al Quran

Hukum asuransi dalam Agama Islam salaf yang dikutip dari Rumaysho adalah haram jika mengandung unsur Judi, riba, gharar dan lain-lain. Apalagi jika asuransi dijadikan sebuah jaminan perlindungan sehingga menghilangkan rasa tawakal dan berserah diri pada Allah. Akan tetapi asuransi diperbolehkan jika di dalamnya hanyalah terdapat akad tabarru’ atau tolong menolong murni tanpa adanya unsur komersil.

Sumber: Qoala
By : AVIVA
Edited : SIMPLYBUSINESS

Baca Juga : Kata kata Idul Adha

Advertisement